Ukhti, Bagaimana Agar Amalmu Diterima-Nya?
Ukhti muslimah,....ketahuilah bahwa Allah hanya akan menerima amal
shaleh dari hamba-Nya apabila mengikuti 2 syarat yaitu ikhlas (bersih dari
kesyirikan) dan mutaba'ah (mengikuti tuntunan Rasulullah Shalallahu alaihi
wassalam).Akan anda dapati lebih dalam lagi penjelasannya pada kajian aqidah
kali ini, yaitu mengambil 2 ayat dari surat Al-mulk ayat 1 dan 2.Didalamnya
menjelaskan keutamaan surat Al-Mulk dan bagaimana amal yang benar disisi Allah.
Mudah-mudahan kita semua dapat mengambil manfaatnya dan diberikan kekuatan oleh
Allah Azza Wajalla untuk mengamalkannya.Kita simak ayatnya beserta
tafsirnya:
Maha suci Allah Yang diTangan-Nya segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu(1)Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu
siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun (2)
Tafsirnya:
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu
bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
Dalam Al-Qur an itu ada sebuah surat yang terdiri atas tiga puluh ayat,
yang akan memberikan syafaat kepada pembacanya sehingga dia akan diampuni.
Itulah Tabaarakalladzi biyadihil-mulk
(Hadits hasan, diriwayatkan pula oleh penyusun kitab sunan yang empat)
[1]
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Jabir radhiyallahu anhu :
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tidak tidur sebelum membaca Alif
laam mim Tanzil (surat As-Sajadah) dan Tabaarakalladzi biyadihil-mulk (surat
Al-Mulk)
(HR. Tirmidzi, hadits Shahih, lihat Shahihul Jami 4/255) [2]
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dia menceritakan :
Salah seorang sahabat pernah memukulkan kantong airnya pada sebuah
kuburan,sedang dia tidak mengira bahwa itu adalah kuburan, dan tiba-tiba
seseorang membaca surat Al-Mulk sampai akhir surat kemudian aku mendatangi Nabi
dan aku ceritakan Wahai Rasulullah aku telah memukulkan kantong airku pada
sebuah kuburan dan aku tidak mengira bahwa itu adalah kuburan, tiba-tiba ada
seseorang membaca surat Al-Mulk sampai selesai. Maka beliaupun berkata :Ia
(surat Al-Mulk) adalah pencegah dan penyelamat yang akan menyelamatkannya dari
adzab kubur
(HR.Tirmidzi, Imam Tirmidzi berkata bahwa hadits ini adalah hasan
gharib) [3]
Tabaarak secara lughah (bahasa) berarti Maha Suci [4]
Dan yang dimaksud dengan Tangan(biyaadihi) dalam ayat ini adalah sifat
Allah, bukan nikmat dan kodrat-Nya (sebagaimana yang ditafsirkan oleh sebagaian
kaum muslimin). Dia adalah benar-benar tangan-Nya secara hakiki, tanpa
mempertanyakan bagaimana bentuknya. Tangan-Nya yang tidak serupa dengan semua
ciptaan-Nya yang mengelola kerajaan-Nya sesuai dengan yang Dia kehendaki.
Allah Ta ala memuliakan diri-Nya sendiri dan memberitahukan bahwa kerajaan
itu terletak diTangan-Nya. Dialah Yang Mengatur semua makhluk-Nya sesuai dengan
yang Dia kehendaki. Tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya. Dan, Dia tidak
akan ditanya tentang perbuatan-Nya, karena Dia adalah Maha Kuasa, Maha
Bijaksana, dan Maha Adil. Itulah sebabnya Allah Ta ala berfirman(wahuwa alaa
kulli syai in qadir) Dan Dia Maha Kuasa atas Segala sesuatu.
Kemudian Allah Ta alaa berfirman Yang Menjadikan mati dan hidup maksudnya
adalah sesungguhnya Dialah yang telah mewujudkan semua makhluk dari yang asalnya
tidak ada , dengan tujuan menguji mereka siapakah diantara mereka yang paling
bagus amalnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
Bagaimana mungkin kamu kafir kepada Allah, sedangkan kamu sebelumnya adalah
mati, kemudian Dia menghidupkan kamu (Al-Baqarah:28) Allah mengistilahkan
keadaan pertama, yaitu tidak ada dengan kematian. Dan mengistilahkan kejadian
ini dengan kehidupan. Itulah sebabnya Allah Ta ala berfirman:
Kemudian Allah mematikan kamu kemudian menghidupkan kamu,kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan
(2:28)
Dan, firman Allah Ta aala: Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu
yang lebih baik amalnya
Dalam ayat ini Allah tidak mengatakan yang paling banyak amalnya namun yang
paling baik amalannya
Bila dilihat arti kata (ahsanu amala) menurut penafsiran ulama tafsir
adalah;
Yang paling benar amalnya (sesuai dengan Syariat-Nya), paling ikhlas (bersih
dari kesyirikan, tauhidnya benar, dan paling cepat dalam bersegera menuju kepada
ketaatan-Nya .[5]
Berkenaan dengan ayat ini ulama tafsir seperti Imam at-Tabari, al-Qurtubi dan
Ibnu Katsir memberikan perhatian penting tentang arti ayat tersebut (ahsanu
amala) dengan mengatakan bahwa Syarat diterimanya amal oleh Allah swt ada
dua:
1. Amal tersebut dikerjakan haruslah ikhlas kepada Allah Ta ala (bersih dari
kesyirikan)
2. Amal tersebut mutaba ah (sesuai dengan apa yang dikerjakan oleh rasulullah
shalallahu alaihi wassalam)[6]
Dan seseorang yang ingin beramal tidak akan dapat memenuhi kedua syarat
tersebut kecuali dengan ilmu.karena itulah Imam Bukhari menempatkan kedudukan
ilmu dalam kitabnya {Shahih Bukhari} sebelum berkata dan beramal (Babul ilmu
qabla qauli wa amal yaitu bab mengetahui atau mengilmui dahulu sebelum berkata
dan beramal) bab Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan dalilnya adalah firman
Allah Ta ala :
Ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah dan
mohon ampun atas dosamu (Muhammad :19) makna ketahuilah disini yaitu tahu
dengan ilmu.Beliau berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai
ilmu pengetahuan sebelum ucapan dan perbuatan(amal). Ini dalil yang tepat yang
menunjukkan bahwa manusia hendaknya mengetahui dahulu, baru kemudian
mengamalkannya. Ada juga dalil aqli (akal) yang menunjukkan hal serupa, yaitu
bahwasanya amal dan ucapan tidak akan benar dan diterima sehingga sesuai dengan
syariat. Seseorang tidak akan tahu apakah amalnya sesuai dengan syariat atau
tidak kecuali dengan ilmu. [7]
Karena itulah apakah mungkin kita beribadah kepada Allah yang menjadi
kewajiban kita tanpa mengetahui ilmunya terlebih dahulu?!. Sebagian ulama
berkata:
dan setiap orang yang beramal tanpa ilmu maka amalan-amalan yang telah
dikerjakan olehnya ditolak, tidak dapat diterima (lihat dalam kitab-kitab
mereka dalam kitab tauhid Syahadatur rasul)[8]
Dengan demikian mengikuti syariat Nabi muhammad merupakan syarat diterimanya
amal, dan perlu diketahui bahwa mutaba ah (mengikuti Nabi Shalallahu alahi
wassalam) tidak akan tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan
syariat dalam 6 perkara yaitu:
1.Sebab
Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan seba yang tidak
disyariatkan, maka ibadah tersebut adalah bid ah dan tidak diterima (ditolak).
Contoh: Ada orang yang melakukan shalat tahajud pada malam 27 bulan Rajab,
dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi raj Rasulullah (dinaikkan keatas
langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab
tersebut menjadi bid ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak
ditetapkan dalam syariat. Syarat ini, yaitu: ibadah harus sesuai dengan syariat,
sebab adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui beberapa macam amal
yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid ah.
2.Jenis
Artinya: ibadah harus sesuai dengan syariat dalam jenisnya. Jika tidak maka
tidak diterima. Contoh; seseorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah
tidak syah, karena menyalahi ketentuan syariat dalam jenisnya. Yang boleh
dijadikan kurban yaitu unta, sapi, dan kambing.
3. Kadar (bilangan)
Kalau ada seseorang yang menambah bilangan raka at suatu shalat, yang
menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat tersebut adalah bid ah dan tidak
diterima karena tidak sesuai dengan ketentuan syariat dalam jumlah bilangan
raka atnya. Jadi apabila ada seseorang shalat zuhur 5 raka at, umpamanya maka
shalatnya tidak sah.
4. Kaifiyat (cara)
Seandainya ada seseorang yang berwudhu dengan cara membasuh tangan, lalu
muka, maka tidak sah wudhunya karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan
syariat.
5. Waktu
Apabila ada seseorang yang menyembelih binatang kurban pada hari pertama
bulan dzulhijjah, maka tidak sah, karena waktu melaksanakannya tidak menurut
syariat/ajaran islam.Saya (syaikh shalih Utsaimin) pernah mendengar bahwa ada
orang yang menekatkan diri (takarub) kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan
menyembelih kambing. Amal seperti ini adalah bid ah. Karena tidak ada sembelihan
yang ditujukan untuk bertakarub kepada Allah kecuali sebagai kurban, denda haji,
akikah. Adapun menyembelih pada bulan Ramadhan dengan keyakinan mendapat pahala
atas sembelihan tersebut sebagaimana idhul adha adalah bid ah. Kalau menyembelih
hanya untuk makan dagingnya , boleh saja.
6. Tempat
Andaikata ada orang yang beri tikaf ditempat selain masjid, maka I tikafnya
tidak sah. Sebab tempat I tikaf hanyalah di masjid. Begitupula, seandainya ada
wanita yang hendak I tikaf didalam mushalla dirumahnya, maka tidak sha
I tikafnya. Karena tempat melakukannya tidak sesuai dengan ketentuan syariat.
Contoh lainnya: Ada seseorang yang melakukan thawaf diluar masjidil haram dengan
lasan karena tempat melakukan thawaf telah penuh sesak, thawafnya tidak sah,
karena tempat melakukan thawaf adalah dalam baitullah sebagaimana
firman-Nya:
Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf Al-baqarah
:125[9]
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa Allah tidaklah melihat banyaknya
amal yang dilakukan hamba-hamba-Nya akan tetapi Allah melihat kepada
hamba-hamba-Nya yang mengerjakan amal yang paling baik/bagus. Dan amal yang
paling baik itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata ala bila tidak
ikhlas (bersih dari kesyirikan dan penyakit-penyakitnya) dan tidak muta abah
(mengikuti ajaran rasul-Nya) dan mutaba ah tidak akan tercapai kecuali dengan
enam perkara tadi. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk terus istiqomah
dalam menuntut ilmu-Nya . Wallahu alam bishawab.
Footnote dan sumber:
1. Fiqh Wanita, Bab: Fadhilah Al-Qur an,Syaikh Kamil Uwaidah,hal :649,
Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
2. Kumpulan Do a-Do a dalam Al-Qur an dan Hadits, Said bin Ali Al-Qahthani,
hal: 115
3. Fiqh Wanita, Bab: Fadhilah Al-Qur an, Syaikh Kamil Uwaidah,hal:649
4. Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Prf.Dr.H.Mahmud Yunus,Hidakarya
Agung,Jakarta.
5. Kalimatul Qur an Tafsir Wa Bayan, hal:344,Hasan Muhammad Mahbub, Muasasatu
tsaqafiyah,Qahirah
6. Tafsirul maanil Qur an billughatil Injliziyah miqbas min tafsir Tabari,
Qurtubi,wa Ibnu Katsir, jilid:8 hal : 378, Royal, India
7. Penjelasan Kitab Tiga Landasan Utama, Syaikh Utsaimin, hal:34-36,Darul
Haq,Jakarta
8. Pedoman Hidup Seorang Muslim,Ibrahim Al-Khuraisy, hal:60,Pustaka Azzam,
Jakarta
9. Kesempurnaan islam dan Bahaya Bid ah, Syakh Utsaimin, hal:33-35,Darul
Khair, Jeddah
Ukhti muslimah,....ketahuilah bahwa Allah hanya akan menerima amal
shaleh dari hamba-Nya apabila mengikuti 2 syarat yaitu ikhlas (bersih dari
kesyirikan) dan mutaba'ah (mengikuti tuntunan Rasulullah Shalallahu alaihi
wassalam).Akan anda dapati lebih dalam lagi penjelasannya pada kajian aqidah
kali ini, yaitu mengambil 2 ayat dari surat Al-mulk ayat 1 dan 2.Didalamnya
menjelaskan keutamaan surat Al-Mulk dan bagaimana amal yang benar disisi Allah.
Mudah-mudahan kita semua dapat mengambil manfaatnya dan diberikan kekuatan oleh
Allah Azza Wajalla untuk mengamalkannya.Kita simak ayatnya beserta
tafsirnya:
Maha suci Allah Yang diTangan-Nya segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu(1)Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu
siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun (2)
Tafsirnya:
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu
bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
Dalam Al-Qur an itu ada sebuah surat yang terdiri atas tiga puluh ayat,
yang akan memberikan syafaat kepada pembacanya sehingga dia akan diampuni.
Itulah Tabaarakalladzi biyadihil-mulk
(Hadits hasan, diriwayatkan pula oleh penyusun kitab sunan yang empat)
[1]
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Jabir radhiyallahu anhu :
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tidak tidur sebelum membaca Alif
laam mim Tanzil (surat As-Sajadah) dan Tabaarakalladzi biyadihil-mulk (surat
Al-Mulk)
(HR. Tirmidzi, hadits Shahih, lihat Shahihul Jami 4/255) [2]
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dia menceritakan :
Salah seorang sahabat pernah memukulkan kantong airnya pada sebuah
kuburan,sedang dia tidak mengira bahwa itu adalah kuburan, dan tiba-tiba
seseorang membaca surat Al-Mulk sampai akhir surat kemudian aku mendatangi Nabi
dan aku ceritakan Wahai Rasulullah aku telah memukulkan kantong airku pada
sebuah kuburan dan aku tidak mengira bahwa itu adalah kuburan, tiba-tiba ada
seseorang membaca surat Al-Mulk sampai selesai. Maka beliaupun berkata :Ia
(surat Al-Mulk) adalah pencegah dan penyelamat yang akan menyelamatkannya dari
adzab kubur
(HR.Tirmidzi, Imam Tirmidzi berkata bahwa hadits ini adalah hasan
gharib) [3]
Tabaarak secara lughah (bahasa) berarti Maha Suci [4]
Dan yang dimaksud dengan Tangan(biyaadihi) dalam ayat ini adalah sifat
Allah, bukan nikmat dan kodrat-Nya (sebagaimana yang ditafsirkan oleh sebagaian
kaum muslimin). Dia adalah benar-benar tangan-Nya secara hakiki, tanpa
mempertanyakan bagaimana bentuknya. Tangan-Nya yang tidak serupa dengan semua
ciptaan-Nya yang mengelola kerajaan-Nya sesuai dengan yang Dia kehendaki.
Allah Ta ala memuliakan diri-Nya sendiri dan memberitahukan bahwa kerajaan
itu terletak diTangan-Nya. Dialah Yang Mengatur semua makhluk-Nya sesuai dengan
yang Dia kehendaki. Tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya. Dan, Dia tidak
akan ditanya tentang perbuatan-Nya, karena Dia adalah Maha Kuasa, Maha
Bijaksana, dan Maha Adil. Itulah sebabnya Allah Ta ala berfirman(wahuwa alaa
kulli syai in qadir) Dan Dia Maha Kuasa atas Segala sesuatu.
Kemudian Allah Ta alaa berfirman Yang Menjadikan mati dan hidup maksudnya
adalah sesungguhnya Dialah yang telah mewujudkan semua makhluk dari yang asalnya
tidak ada , dengan tujuan menguji mereka siapakah diantara mereka yang paling
bagus amalnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
Bagaimana mungkin kamu kafir kepada Allah, sedangkan kamu sebelumnya adalah
mati, kemudian Dia menghidupkan kamu (Al-Baqarah:28) Allah mengistilahkan
keadaan pertama, yaitu tidak ada dengan kematian. Dan mengistilahkan kejadian
ini dengan kehidupan. Itulah sebabnya Allah Ta ala berfirman:
Kemudian Allah mematikan kamu kemudian menghidupkan kamu,kemudian kamu
dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan
(2:28)
Dan, firman Allah Ta aala: Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu
yang lebih baik amalnya
Dalam ayat ini Allah tidak mengatakan yang paling banyak amalnya namun yang
paling baik amalannya
Bila dilihat arti kata (ahsanu amala) menurut penafsiran ulama tafsir
adalah;
Yang paling benar amalnya (sesuai dengan Syariat-Nya), paling ikhlas (bersih
dari kesyirikan, tauhidnya benar, dan paling cepat dalam bersegera menuju kepada
ketaatan-Nya .[5]
Berkenaan dengan ayat ini ulama tafsir seperti Imam at-Tabari, al-Qurtubi dan
Ibnu Katsir memberikan perhatian penting tentang arti ayat tersebut (ahsanu
amala) dengan mengatakan bahwa Syarat diterimanya amal oleh Allah swt ada
dua:
1. Amal tersebut dikerjakan haruslah ikhlas kepada Allah Ta ala (bersih dari
kesyirikan)
2. Amal tersebut mutaba ah (sesuai dengan apa yang dikerjakan oleh rasulullah
shalallahu alaihi wassalam)[6]
Dan seseorang yang ingin beramal tidak akan dapat memenuhi kedua syarat
tersebut kecuali dengan ilmu.karena itulah Imam Bukhari menempatkan kedudukan
ilmu dalam kitabnya {Shahih Bukhari} sebelum berkata dan beramal (Babul ilmu
qabla qauli wa amal yaitu bab mengetahui atau mengilmui dahulu sebelum berkata
dan beramal) bab Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan dalilnya adalah firman
Allah Ta ala :
Ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah dan
mohon ampun atas dosamu (Muhammad :19) makna ketahuilah disini yaitu tahu
dengan ilmu.Beliau berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai
ilmu pengetahuan sebelum ucapan dan perbuatan(amal). Ini dalil yang tepat yang
menunjukkan bahwa manusia hendaknya mengetahui dahulu, baru kemudian
mengamalkannya. Ada juga dalil aqli (akal) yang menunjukkan hal serupa, yaitu
bahwasanya amal dan ucapan tidak akan benar dan diterima sehingga sesuai dengan
syariat. Seseorang tidak akan tahu apakah amalnya sesuai dengan syariat atau
tidak kecuali dengan ilmu. [7]
Karena itulah apakah mungkin kita beribadah kepada Allah yang menjadi
kewajiban kita tanpa mengetahui ilmunya terlebih dahulu?!. Sebagian ulama
berkata:
dan setiap orang yang beramal tanpa ilmu maka amalan-amalan yang telah
dikerjakan olehnya ditolak, tidak dapat diterima (lihat dalam kitab-kitab
mereka dalam kitab tauhid Syahadatur rasul)[8]
Dengan demikian mengikuti syariat Nabi muhammad merupakan syarat diterimanya
amal, dan perlu diketahui bahwa mutaba ah (mengikuti Nabi Shalallahu alahi
wassalam) tidak akan tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan
syariat dalam 6 perkara yaitu:
1.Sebab
Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan seba yang tidak
disyariatkan, maka ibadah tersebut adalah bid ah dan tidak diterima (ditolak).
Contoh: Ada orang yang melakukan shalat tahajud pada malam 27 bulan Rajab,
dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi raj Rasulullah (dinaikkan keatas
langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab
tersebut menjadi bid ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak
ditetapkan dalam syariat. Syarat ini, yaitu: ibadah harus sesuai dengan syariat,
sebab adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui beberapa macam amal
yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid ah.
2.Jenis
Artinya: ibadah harus sesuai dengan syariat dalam jenisnya. Jika tidak maka
tidak diterima. Contoh; seseorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah
tidak syah, karena menyalahi ketentuan syariat dalam jenisnya. Yang boleh
dijadikan kurban yaitu unta, sapi, dan kambing.
3. Kadar (bilangan)
Kalau ada seseorang yang menambah bilangan raka at suatu shalat, yang
menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat tersebut adalah bid ah dan tidak
diterima karena tidak sesuai dengan ketentuan syariat dalam jumlah bilangan
raka atnya. Jadi apabila ada seseorang shalat zuhur 5 raka at, umpamanya maka
shalatnya tidak sah.
4. Kaifiyat (cara)
Seandainya ada seseorang yang berwudhu dengan cara membasuh tangan, lalu
muka, maka tidak sah wudhunya karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan
syariat.
5. Waktu
Apabila ada seseorang yang menyembelih binatang kurban pada hari pertama
bulan dzulhijjah, maka tidak sah, karena waktu melaksanakannya tidak menurut
syariat/ajaran islam.Saya (syaikh shalih Utsaimin) pernah mendengar bahwa ada
orang yang menekatkan diri (takarub) kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan
menyembelih kambing. Amal seperti ini adalah bid ah. Karena tidak ada sembelihan
yang ditujukan untuk bertakarub kepada Allah kecuali sebagai kurban, denda haji,
akikah. Adapun menyembelih pada bulan Ramadhan dengan keyakinan mendapat pahala
atas sembelihan tersebut sebagaimana idhul adha adalah bid ah. Kalau menyembelih
hanya untuk makan dagingnya , boleh saja.
6. Tempat
Andaikata ada orang yang beri tikaf ditempat selain masjid, maka I tikafnya
tidak sah. Sebab tempat I tikaf hanyalah di masjid. Begitupula, seandainya ada
wanita yang hendak I tikaf didalam mushalla dirumahnya, maka tidak sha
I tikafnya. Karena tempat melakukannya tidak sesuai dengan ketentuan syariat.
Contoh lainnya: Ada seseorang yang melakukan thawaf diluar masjidil haram dengan
lasan karena tempat melakukan thawaf telah penuh sesak, thawafnya tidak sah,
karena tempat melakukan thawaf adalah dalam baitullah sebagaimana
firman-Nya:
Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf Al-baqarah
:125[9]
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa Allah tidaklah melihat banyaknya
amal yang dilakukan hamba-hamba-Nya akan tetapi Allah melihat kepada
hamba-hamba-Nya yang mengerjakan amal yang paling baik/bagus. Dan amal yang
paling baik itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata ala bila tidak
ikhlas (bersih dari kesyirikan dan penyakit-penyakitnya) dan tidak muta abah
(mengikuti ajaran rasul-Nya) dan mutaba ah tidak akan tercapai kecuali dengan
enam perkara tadi. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk terus istiqomah
dalam menuntut ilmu-Nya . Wallahu alam bishawab.
Footnote dan sumber:
1. Fiqh Wanita, Bab: Fadhilah Al-Qur an,Syaikh Kamil Uwaidah,hal :649,
Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
2. Kumpulan Do a-Do a dalam Al-Qur an dan Hadits, Said bin Ali Al-Qahthani,
hal: 115
3. Fiqh Wanita, Bab: Fadhilah Al-Qur an, Syaikh Kamil Uwaidah,hal:649
4. Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Prf.Dr.H.Mahmud Yunus,Hidakarya
Agung,Jakarta.
5. Kalimatul Qur an Tafsir Wa Bayan, hal:344,Hasan Muhammad Mahbub, Muasasatu
tsaqafiyah,Qahirah
6. Tafsirul maanil Qur an billughatil Injliziyah miqbas min tafsir Tabari,
Qurtubi,wa Ibnu Katsir, jilid:8 hal : 378, Royal, India
7. Penjelasan Kitab Tiga Landasan Utama, Syaikh Utsaimin, hal:34-36,Darul
Haq,Jakarta
8. Pedoman Hidup Seorang Muslim,Ibrahim Al-Khuraisy, hal:60,Pustaka Azzam,
Jakarta
9. Kesempurnaan islam dan Bahaya Bid ah, Syakh Utsaimin, hal:33-35,Darul
Khair, Jeddah
0 comments:
Post a Comment