Thursday, February 9, 2017

AQIDAH THAHAWIYAH

pustaka online | 2:25 AM |
ALAQIDAH   ATH-THAHAWIYAH
Abu Ja’far At-Thahawi
Alhamdulillahi  Rabbil  ‘Alamin. 
Al-‘Allamah  Hujjatul  Islam  Abu  Ja’far  Al-Warraq  Ath-Thahawi-di 
Mesir-berkata: “Inilah penuturan keterangan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, menurut
mahdzab  para  ahli  fiqih  Islam:  Abu  Hanifah  An-N
u’man  bin  Tsabit  Al-Kufi,  Abu  Yusuf  Ya’qub 
bin  Ibrahim  Al-Anshari  dan  Abu  Abdillah  Muhammad  bin  Al-Hasan  Asy-Syaibani 
Ridwanallahu
‘alaihim ajma’in,
beserta pokok-pokok keagamaan yang mere
ka yakini dan mereka gunakan untuk
beribadah kepada Allah
Rabbil ‘alamin.

1
1.
Kami  menyatakan  tentang  tauhid  kepada  Alla
h,  berdasarkan  keyakinan  semata-mata  berkat 
taufiq Allah: Sesungguhnya Allah itu Maha Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya.
2.
Tiada sesuatupun yang menyamai-Nya.
3.
Tiada sesuatupun yang dapat melemahkannya.
4.
Tiada yang berhak untuk diibadahi selain diri-Nya.
5.
Yang Maha Terdahulu tanpa berawal, yang Maha Kekal tanpa pernah berakhir.
6.
Tak akan pernah punah ataupun binasa.
7.
Tak ada sesuatupun yang terjadi,
 melainkan dengan kehendak-Nya.
8.
Tak dapat digapai oleh pikiran, tak juga dapat dicapai oleh pemahaman.
9.
Tidak menyerupai makhluk-Nya.
10.
Yang Maha Hidup tak pernah mati, yang Maha Terjaga dan tak pernah tertidur.
11.
Mencipta   tanpa   merasa   membutuhkan   (kepada   ciptaan-Nya),   membagi   rezeki   tanpa  
mengharapkan imbalan.
12.
Mematikan tanpa gentar dan Membangkitk
an (setelah mati) tanpa kesulitan.
13.
Dia  telah  memiliki  sifat-sifat  itu  semenjak  dahulu,  sebelum  mencipta.  Dengan  terciptanya 
para makhluk, tak bertambah sedikitpun sifat-sifat-Nya. Yang selalu tetap dengan sifat-sifat-
Nya  semenjak  dahulu  tanpa  berawal,  dan  ak
an  terus  kekal  dengan
-Nya,  sifat-sifat-Nya 
selamanya.
14.
Nama-Nya
Al-Khaliq
 sebagai Pencipta, tidaklah disandang-Nya baru setelah Dia menciptakan
makhluk-makhluk-Nya.  Dan  namanya 
Al-Bari
  (Yang  Menjadikan)  tidaklah  diambil  baru 
seusai Dia menjadikan hamba-hamba-Nya.
1
 Mukaddimah ini dikutip dari matan
Al-Aqidah Ath-Thahawiyah
 dengan syarah dan komentar Syaikh Al-Albany.
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
2
15.
Dia-lah   pemilik   sebutan  
Al-Rabb
   (Pemelihara),   dan   bukanlah   Dia  
Marhub
   atau   yang  
dipelihara. Dia juga pemilik sebutan
Al-Khaliq
 dan bukanlah Dia sebagai makhluk.
16.
Sebagaimana  Dia  adalah  Dzat  yang  menghidupkan  segala  yang  mati  (
Al-Muhyi
),  Dia-pun 
berhak  atas  sebutan  itu,  dari  sebelum  menghidupkan  mereka.  Demikian  juga  Ia  berhak 
menyandang sebutan
Al-Khaliq
 sebelum menciptakan mereka.
17.
Untuk  itulah,  Dia-pun  berkuasa  atas  segala  se
suatu,  sementara  segala  sesuatu  itu  berharap 
kepada-Nya.  Segala  urusan  bagi-Nya  mudah,
  dan  Dia  tidaklah  membutuhkan  sesuatu. 
Firman-Nya:  “
Tidak  ada  sesuatupun  yang  serupa  dengan  Dia  dan  Dia-lah  Yang  Maha  Mendengar 
lagi Maha Melihat.
” (
QS. Asy-Syura : 11
).
18.
Dia menciptakan makhluk dengan ilmu-Nya.
19.
Dia menentukan takdir atas mereka.
20.
Dia menuliskan ajal kematian bagi mereka.
21.
Tiada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya
sebelum Dia menciptakan mereka. Bahkan Dia
mengetahui apa yang akan mereka kerj
akan, juga sebelum menciptakan mereka.
22.
Dia   memerintahkan   hamba-hamba-Nya   untuk   ta’at   dan   melarang   mereka   melakukan  
maksiat.
23.
Segala  sesuatu  berjalan  sesuai  dengan  takd
ir  dan  kehendak-Nya,  sedangkan  kehendak-Nya 
itu  pasti  terlaksana.  Tidak  ada  kehendak  bagi  hamba-Nya  melainkan  memang  apa  yang 
dikehendaki-Nya. Apa yang Dia kehendaki, pasti terjadi. Dan apa yang tidak Dia kehendaki
tak akan terjadi.
24.
Dia  memberi  petunjuk  siapa  saja  yang  Dia  kehendaki,  memelihara  dan  mengayominya 
karena  keutamaan-Nya.  Dia  juga  menyesatkan  siapa  yang  Dia  kehendaki,  menghinakan 
seseorang dan menghukumnya berdasarkan keadilan-Nya.
25.
Seluruh makhluk berada di bawah kendali kehendak Allah di antara kemurahan, keutamaan,
dan keadilan-Nya.
26.
Dia mengungguli musuh-musuh-Nya dan tak tertandingi oleh lawan-lawan-Nya.
27.
Tak   seorang   pun   mampu   menolak   takdir-Nya
,   menolak   ketetapan   hukum-Nya,   atau  
mengungguli urusan-Nya.
28.
Kita mengimani semua itu, dan kita pun meyakini bahwa segalanya datang daripada-Nya.
29.
Sesungguhnya  Muhammad 
shallallahu  'alaihi  wa  sallam
  adalah  hamba-Nya  yang  terpilih, 
Nabi-Nya yang terpandang, dan Rasul-Nya yang diridlai.
30.
Sesungguhnya beliau adalah penutup para Nabi
‘Alaihimu As-Sallam
.
31.
Dia pemimpin orang-orang bertakwa.
32.
Dia penghulu para Rasul
33.
Kekasih Rabb sekalian alam.
34.
Segala pengakuan sebagai Nabi sesudah beliau adalah kesesatan dan hawa nafsu.
35.
Beliau diutus kepada golongan jin secara umum dan kepada segenap umat manusia, dengan
membawa kebenaran, petunjuk dan cahaya yang terang.
36.
Sesungguhnya  Al-Qur’an  adalah  Kalamullah;  berasal  dari-Nya  sebagai  ucapan  yang  tak 
diketahui
kaifiyah
(bagaimana)
nya,
  diturunkan  kepada  Rasul-Nya  sebagai  wahyu.  Diimani 
oleh  kaum  mukminin  dengan  sebenar-benarn
ya.  Mereka  meyakininya  sebagai  kalam  Ilahi 
yang    sesungguhnya.    Bukanlah    sebagai    makhluk    sebagaimana    ucapan    hamba-Nya.   
Barangsiapa   yang   mendengarnya   (mendengar   bacaan   Al-Qur’an)   dan   menganggap   itu  
sebagai    ucapan    makhluk,    maka    ia    telah   
kafir.    Allah    sungguh    telah    mencelanya,   
menghinanya, dan mengancamnya dengan
Naar
 (Neraka)
Saqar
. Allah berfirman: 

Aku  akan  memasukkan  ke  dalam  (Naar)  Saqar.
”  (
QS.  Al-Muddatsir:  26
).  Allah  mengancam 
mereka dengan
Naar Saqar
 tatkala mereka mengatakan: 

Ini  (Al-Qur’an)  tidak  lain  hanyalah  perkataan  manusia.
”  (
QS.  Al-Muddatsir  :  25
).  Dengan  itu 
kita  pun  mengetahui  bahwa  Al-Qur’an  itu  adalah  kalam  (ucapan)  Pencipta  manusia  dan 
tidak menyerupai ucapan manusia.
37.
Barangsiapa  yang  mensifati  Allah  dengan  kriteria-kriteria  manusia,  maka  dia  sungguh  telah 
kafir.  Barangsiapa  yang  memahami  hal  ini  niscaya  dia  dapat  mengambil  pelajaran.  Akan 
dapat menghindari ucapan yang seperti perkataan orang-orang kafir, dan mengetahui bahwa
Allah dengan sifat-sifat-Nya tidaklah seperti makhluk-Nya.
38.
Melihat  Allah  adalah  hak  pasti
(benar  adanya)  bagi  Ahli  Jannah  (penduduk  surga)  tanpa 
dapat  dijangkau  oleh  ilmu  manusia,  dan  tanpa  manusia  mengetahui  bagaimana  memahami 
hal itu sebagaimana dinyatakan Rabb kita dalam Al-Qur’an:
 “
Wajah-wajah  (orang  mukmin)  pada
  waktu  itu  berseri-seri.  Mereka  betul-betul  memandang  kepada 
Rabb mereka.
” (
QS. Al-Qiyamah: 22-23
).
Pengertian  (sebenar)nya,  adalah  sebagaimana  yang  dikehendaki  dan  diketahui  oleh  Allah. 
Setiap  hadits  shahih  yang  diriwayatkan  da
lam  persoalan  itu,  pengertian  sesungguhnya 
adalah  sebagaimana  yang  dikehendaki  Allah.  Tidak  pada  tempatnya  kita  terlibat  untuk 
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
4
mentakwilkannya  dengan  pendapat-pendapat  kita,  atau  menduga-duga  saja  dengan  hawa 
nafsu kita.
39.
Sesungguhnya  seseorang  tidak  akan  selamat  dalam  agamanya,  sebelum  ia  berserah  diri 
kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menyerahkan ilmu yang belum jelas baginya kepada orang
yang mengetahuinya.
40.
Sesungguhnya  Islam  hanyalah  berpijak  di  atas  pondasi  penyerahan  diri  dan  kepasrahan 
kepada Allah.
41.
Barangsiapa  yang  mencoba  mempelajari  ilmu  yang  terlarang,  tidak  puas  pemahamannya 
untuk   pasrah,   maka   ilmu   yang   dipelajarinya   itu   akan   menutup   jalan   baginya   untuk  
memurnikan tauhid, menjernihkan ilmu pengetahuan dan membetulkan keimanan.
42.
Maka   menjadilah   ia   orang   yang   terombang-ambing   antara   keimanan   dan   kekufuran,  
pembenaran  dan  pendustaan,  pengikraran  dan  pengingkaran.  Selalu  kacau,  bimbang,  tidak 
bisa dikatakan ia membenarkan dan beriman,
tidak juga dapat dikatakan kafir dan ingkar.
43.
Tidak  sah  keimanan  seseorang  yang  mengimani  bahwa  penghuni  jannah  akan  memandang 
Rabb    mereka,    yang    semata-mata    ditegakka
n    di    atas    prasangka    (keragu-raguan)   
menganggapnya  sebagai  ‘praduga’  atau  takwil
  dengan  pemikirannya.  Karena  penafsiran 

penglihatan
’  itu,  dan  juga  penafsiran  segala  pengertian  yang  disandarkan  kepada  Rabb, 
haruslah    tanpa    mentakwilkannya    dan    dengan    kepasrahan    diri.    Itulah    sandaran   
dien/keyakinan kaum muslimin.
44.
Barangsiapa  yang  tidak  menghindari  penafian 
Asma’
  dan 
shifat
  Allah  atau  menyerupakan-
Nya dengan makhluk-Nya, dia akan tergelincir dan tak akan dapat memelihara kesucian diri.
45.
Sesungguhnya  Allah  yang  Maha  Tinggi  lagi  Maha  Mulia,  tersifati  dengan  sifat 
Wahdaniyah
(Maha  Tunggal),  tersifati  dengan  sifat 
Fardaniyah
(ke-Maha  Esa-an).  Tak  seorangpun  dari 
hamba-Nya yang menyamai sifat-sifat tersebut.
46.
Maha  suci  diri-Nya  dari  batas-batas  dan  di
mensi  makhluk  atau  bagian  dari  makhluk, 
anggota  tubuh  dan  perangkat-Nya.  Dia  tidak  terkungkungi  oleh  enam  penjuru  arah  yang 
mengungkungi makhluk ciptaan-Nya.
47.
Mi’raj
  (naiknya  Nabi  ke 
Sidratul  Muntaha
)  adalah  benar  adanya.  Beliau  telah  diperjalankan 
dan dinaikan (ke langit) dengan tubuh kasarnya (jasmani) dalam keadaan sadar, dan juga ke
tempat-tempat yang dikehendaki Allah di atas ketinggian. Allah-pun memuliakan beliau dan
mewahyukan kepadanya apa yang hendak Dia wahyukan. 

Tidaklah hatinya mendustakan apa yang dilihatnya.
” (
QS. An-Najm: 11
).
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
5
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam atas diri beliau di dunia dan di akhirat.
2
48.
Haudh
  (telaga)  Al-Kautsar  yang  dijadikan  Allah  kemuliaan  baginya  -dan  pertolongan  bagi 
umatnya- adalah benar adanya.
49.
Syafa’at
   yang   diperuntukkan   Allah   bagi   mereka   adalah   benar   adanya   sebagaimana  
diriwayatkan dalam banyak hadits.
50.
Perjanjian   yang   diikatkan   Allah   atas   diri   Adam   dan   anak   cucunya   (sebelum   mereka  
dilahirkan
-pent.
) adalah benar adanya.
51.
Semenjak  zaman  yang  tak  berawal,  Allah  telah  mengetahui  jumlah  hamba-Nya  yang  akan 
masuk   Jannah   dan   yang   akan   masuk   Naar   secara   keseluruhan.   Jumlah   itu   tak   akan  
bertambah  atau  berkurang.  Demikian  juga  halnya  perbuatan-perbuatan  mereka  yang  telah 
Allah ketahui apa yang akan mereka perbuat itu (juga tak akan berubah).
52.
Setiap  pribadi  akan  dimudahkan  menjalani  apa  yang  sudah  menjadi  kodratnya,  sedangkan 
amalan-amalan  itu  (dinilai)  bagaimana  akhirnya.  Orang  yang  bahagia  adalah  orang  yang 
berbahagia  dengan  ketentuan  kodratnya.  Demikian  juga  orang  yang  celaka  adalah  yang 
celaka dengan ketentuan kodratnya.
53.
Asal  dari  takdir  adalah  rahasia  Ilahi  yang  tak  diketahui  hamba-hamba-Nya.  Tak  dapat 
diselidiki  baik  oleh  malaikat  yang  dekat 
dengan-Nya,  ataupun  Nabi  yang  diutus-Nya. 
Memberat-beratkan   diri   menyelidiki   hal   itu   adalah   sarana   menuju   kehinaan,   tangga  
keharaman, dan mempercepat penyelewengan.
Waspadai  dan  waspadailah  seluruh  pendapat-pendapat,  pemikiran-pemikiran,  dan  bisikan-
bisikan tentang takdir tersebut. Sesungguhnya A
llah menutupi ilmu tentang takdir-Nya agar
tidak   diketahui   makhluk-Nya   dan   melarang
   mereka   untuk   mencoba   menggapainya.  
Sebagaimana yang difirmankan-Nya:
 “
Dia  (Allah)  tidak  ditanya  tentang  apa  yang  dip
erbuat-Nya,  dan  merekalah  yang  akan  ditanya.

(
QS. Al-Anbiyaa’: 23
).
Barangsiapa  yang  bertanya:  “Kenapa  Dia  laku
kan  itu?”,  berarti  ia  menolak  hukum  Al-
Qur’an. Barangsiapa menolak hukum Al-Qur’an, berarti ia termasuk orang-orang kafir.
54.
Inilah  sejumlah  persoalan  yang  dibutuhkan  oleh  orang-orang  yang  hatinya  terang  dari 
kalangan para wali Allah. Itulah derajat orang-orang yang sudah mendalam ilmunya. Karena
ilmu itu ada dua macam, yaitu: ilmu yang dapat digapai makhluk (ilmu agama
-pent.
) dan ilmu
yang  terselubung  baginya  (ilmu 
ghaib
).  Mengingkari  ilmu  yang  pertama  berarti  kekufuran. 
Dan  mengaku-aku  memiliki  ilmu  yang  kedua  juga  kekufuran.  Keimanan  itu  hanyalah 
2
 Tambahan ini berasal dari matan
Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah
dengan komentar Al-Albani
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
6
terpatri  dengan  menerima  ilmu  yang  harus  digapai  manusia,  dan  menghindarkan  diri  dari 
mencari ilmu yang terselubung.
55.
Kita  juga  mengimani  adanya 
Al-Lauh  Al-Mahfudz
,
Al-Qalam
,  dan  segala  yang  tercatat  di 
dalamnya.
56.
Seandainya  seluruh  makhluk  bersepakat  terhadap  suatu  urusan  yang  telah  Allah  tetapkan 
untuk   terjadi,   agar   urusan   itu   batal,   mereka   tak   akan   mampu   untuk   mengubahnya.  
Sebaliknya  seandainya  mereka  berkumpul  menghadapi  urusan  yang  telah  Allah  tetapkan 
untuk  tidak  terjadi,  agar  urusan  itu  terjadi,  merekapun  tidak  akan  mampu  mengubahnya. 
Qalam
  (catatan)  Allah  telah  ditetapkan  untuk  segala  sesuatu  yang  akan  terjadi  sampai 
datangnya Hari Kiamat.
57.
Sesuatu   yang   -ditakdirkan-   tidak   akan   me
nimpa   seorang   hamba,   maka   tidak   akan  
menimpanya. Dan yang akan mengenainya, maka tidak akan meleset.
58.
Hendaknya  seorang  hamba  tahu  bahwa  ilmu  A
llah  telah  mendahului  segala  sesuatu  yang 
akan  terjadi  pada  makhluk-Nya.  Dia  telah  menentukan  takdir  yang  baku  yang  tak  bisa 
berubah.   Tak   ada   seorang   makhluk   pun   baik  
di langit maupun di bumi yang dapat
membatalkan,  meralatnya,  menghilangkannya
,  mengubahnya,  menggantinya,  mengurangi, 
ataupun menambahnya.
59.
Itulah  buhul  ikatan  keimanan  dan  dasar-dasar  ma’rifat  dan  pengakuan  terhadap  ke-Esa-an 
dan ke-
Rububiyyah
-an Allah
‘Azza wa Jalla
. Sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur’an:
 “
Dan  Dia  telah  menciptakan  segala  sesuatu, 
dan  Dia  menetapkan  ukuran-ukurannya  dengan 
serapi-rapinya
.” (
QS. Al-Furqan : 2
). Dan firman-Nya:
 “
Dan ketetapan Allah itu suatu
ketetapan yang pasti berlaku.

(QS. Al-Ahzab : 38).
60.
Maka  celakalah  orang  yang  betul-betul  menjadi  musuh  Allah  dalam  persoalan  takdir-Nya. 
Dan mengikutsertakan hatinya yang sakit untuk membahasnya.
3
 Karena lewat praduganya ia
telah   mencari-cari   dan   menyelidiki   ilmu   ghaib   yang   merupakan   rahasia   tersembunyi.  
Akhirnya ia kembali dengan membawa dosa dan kedustaan.
61.
‘Arsy
dan
 Kursiy
-Nya adalah benar adanya.
3
 [Ungkapan ini terdapat juga dalam naskah aslinya sebagai berikut: “
Celakalah orang yang sesat dalam memahami takdir-Nya karena hatinya
yang  sakit.
”  Dalam  naskah  yang  lain  “
Celakalah  orang  yang  hatinya  sakit  dalam  memahami  takdirnya.
”  Yang  tertulis  di  sini  berasal  dari 
matan
AL-Aqidah Ath-Thahawiyyah
 dengan syarah Al-Albany.].
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
7
62.
Dia tidak membutuhkan ‘
Arsy
-Nya itu dan apa yang ada di bawahnya. Dia menguasai segala
sesuatu  dan  apa-apa  yang  ada  di  atasnya.  Dan  Dia  tidak  memberi  kemampuan  kepada 
makhluk-Nya untuk menguasai segala sesuatu.
63.
Kita  juga  menyatakan  dengan  penuh  keimanan  dan  penyerahan  diri  bahwa  sesungguhnya 
Allah  telah  menjadikan  Nabi  Ibrahim 
‘alaihis  salam
 sebagai kekasih-Nya, dan mengajak Nabi
Musa
‘alaihis salam
  untuk berbicara dengan sebenar-benarnya.
64.
Kita  mengimani  para  Malaikat,  para  Nabi,  dan  kitab-kitab  yang  diturunkan  kepada  para 
Rasul. Kita pun bersaksi, bahwa mereka berada di atas kebenaran yang nyata.
65.
Kita   menyebut   mereka   yang   (shalat)   menghadap   kiblat   kita   dengan   (sebutan)   kaum  
muslimin  dan  kaum  mukminin  selama  mereka  mengakui  apa  yang  dibawa  oleh  Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wa sallam
 dan membenarkan segala apa yang
 beliau ucapkan dan beritakan.
66.
Kita tidak mempergunjingkan Alla
h dan tidak membantah (ajaran)
dien
Allah.
67.
Kita  tidak  menyanggah  Al-Qur’an,  dan  bersaksi  bahwa  ia  adalah 
Kalam  Rabbul  ‘Alamin
,
diturunkan dengan perantaraan
Ruhul Amin
 (Malaikat Jibril), lalu diajarkan kepada Penghulu
para Nabi yaitu Muhammad
shallallahu 'alaihi wa ‘ala alaihi
ajma’in (salaaman tasliman katsiran)
.
Ia  adalah  Kalam  Ilahi  yaitu  yang  tak  akan  dapat  diserupakan  dengan  ucapan  makhluk-
makhluk-Nya.  Kita  pun  tidak  mengatakannya  se
bagai makhluk dan (dengan itu) tidak akan
menyelisihi Jama’ah kaum muslimin.
68.
Kita  tidak  mengafirkan  Ahli  Kiblat  (kaum  muslimin)  hanya  karena  suatu  dosa,  selama  dia 
tidak  menganggapnya  sebagai  sesuatu  yang  diha
lalkan.  Namun  kita  juga  tidak  mengatakan 
bahwa dosa itu sama sekali tidak berbahaya ba
gi orang yang melakukannya selama ia masih
beriman.
69.
Kita  mengharapkan  agar  orang-orang  yang  berbuat 
fajir
dari  kalangan  mukminin  dapat 
diampuni  dosa-dosa  mereka  dan  dimasukkan  Jannah  karena  rahmat-Nya,  namun  kita  tidak 
menganggap mereka aman dari siksa-Nya.
70.
Merasa aman dari siksa, atau putus asa dari ampunan Allah, keduanya dapat mengeluarkan
dari Islam. Jalan yang benar bagi orang Islam adalah antara keduanya
71.
Seorang hamba hanya akan keluar dari keimanannya kalau ia mengingkari apa yang telah ia
imani.
72.
Iman  adalah  [pembenaran  dalam  hati],  pengakuan  dengan  lidah,  dan  pembuktian  dengan 
(amalan) anggota badan.
73.
Seluruh yang diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam
 berupa
ajaran syari’at adalah benar adanya.
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
8
74.
Iman  itu  adalah  satu  bentuk.  Pemilik  keimanan  tersebut  dilihat  dari  asal  imannya
4
  adalah 
sama.
Keutamaan   di   antara   mereka   diukur   dengan
   ketakwaan,   rasa   takut   kepada   Allah,  
menghindari hawa nafsu, dan melakukan sesuatu yang lebih utama.
75.
Kaum mukminin seluruhnya adalah wali-wali
Ar-Rahman.
76.
Yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat dan paling
ittiba’
dengan ajaran
Al-Qur’an.
77.
Pengertian Iman adalah: Beriman kepada Allah, para Malaikat, Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-
Nya,   Hari   Akhir,   dan   Takdir   baik   maupun   buruk,   manis   maupun   pahit.   Dan   bahwa  
kesemuanya berasal dari Allah.
78.
Kita  mengimani  semua  itu.  Kita  tidak  membeda-bedakan  seorang  pun  di  antara  para  Rasul. 
Kita membenarkan mereka semua beserta apa yang mereka bawa.
79.
Para  pelaku  dosa  besar  di  kalangan  umat  Muhammad 
shallallahu  'alaihi  wa  sallam 
(bisa)
masuk
Naar
,  namun  mereka  tak  akan  kekal  di  dala
mnya  kalau  mereka  mati  dalam  keadaan 
bertauhid. Meskipun mereka belum bertaubat
namun mereka menemui Allah (mati) dengan
menyadari  dosa  mereka.  Mereka  diserahkan  ke
pada  kehendak  dan  keputusan  Allah.  Kalau 
Dia  menghendaki,  maka  mereka  dapat  diampuni  dan  dimaafkan  dosa-dosa  mereka  dengan 
keutamaan-Nya, sebagaimana yang difirmankan Allah
‘Azza wa Jalla
:
 “
Dan  Dia  mengampuni  dosa  selain  (syirik)  itu  bagi  siapa  yang  Dia  kehendaki.
” (
QS. An-Nisa’: 48,
116
).
Dan   jikalau   Dia   menghendaki,   mereka   diadzab-Nya   di  
Naar
   dengan   keadilan-Nya.  
Kemudian   Allah   akan   mengeluarkan   mereka   dari   dalamnya   dengan   rahmat-Nya   dan  
syafa’at  orang  yang  berhak  memberi  syafa’at  di  kalangan  hamba-Nya  yang  ta’at.  Lalu 
mereka  pun  diangkat  ke 
Jannah-
Nya.  Hal  itu  karena  Allah  adalah  Wali  bagi  siapa  yang 
berma’rifah  kepada-Nya,  maka  Dia  pun  tidak  me
njadikan  keadaan  mereka  di  dunia  dan  di 
akhirat  sama  seperti  mereka  yang  tidak  berma’
rifah  kepada-Nya.  Yaitu  mereka  yang  luput, 
tak  mendapatkan  petunjuk-Nya,  dan  tidak  da
pat  memperoleh  hak  kewalian-Nya.  Wahai 
Dzat  yang  menjadi  Wali  bagi  Islam  dan  pe
meluknya,  teguhkanlah  kami  bersama  Islam 
sehingga kami datang menghadap ke haribaan-Mu.
4
 [Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dalam komentarnya terhadap Matan
Al-Aqidah Ath-Thahahiwah
menyatakan: ‘Ucapan beliau
“Pemilik
keimanan  itu  dilihat  dari  asal  al-imannya  adalah  sama”
  perlu  diteliti  lagi.  Bahkan  jelas  kebatila
nnya.  Justru  mereka  bertingkat–tingkat 
dengan  perbedaan  yang  mencolok.  Iman  para  Rasul  tidaklah  dapat  disamakan  dengan  iman  selain  mereka.  Demikian  juga  imannya 
para khulafa’ur rasyidun dan para sahabat lainnya, tidaklah sama dengan generasi belakangan. Iman orang yang betul–betul berima
n
juga  tak  sama  dengan  iman  orang  fasik.  Keterpautan  itu,  didasari  dengan  perbedaan  apa  yang  di  dalam  hati,  berupa  pengenalan 
terhadap  Allah, 
Asma’
dan
Shifat
-Nya  dan  apa–apa  yang  disyari’atkan  bagi  hamba-Nya.  Itulah  pendapat  Ahlussunnah  wal  Jama’ah. 
Berseberangan dengan pendapat Al-Murji’ah dan yang sependapat dengan mereka,
Wallahul Musta’an.
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
9
80.
Kami  menganggap  sah  shalat  (jama’ah)  di  belakang  Imam,  baik  yang  shalih  maupun  yang 
fasik  dari  kalangan  Ahli  Kiblat.  Dan  menshalatkan  siapa  saja  yang  meninggal  di  antara 
mereka.
81.
Kita tak dapat memastikan mereka, masuk
Jannah
 atau
Naar
.
82.
Kita  tak  bisa  bersaksi  bahwa  mereka  itu  kafir,
  musyrik,  maupun  munafik,  selama  semua  itu 
tidak  tampak  nyata  dari  diri  mereka.  Kita  me
nyerahkan  rahasia  hati  mereka  kepada  Allah 
Ta’ala
.
83.
Kita  tidak  boleh  mengangkat  pedang  (berperang/menumpahkan  darah)  terhadap  seorang 
pun dari ummat Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam
, kecuali terhadap mereka yang wajib
diperangi.
84.
Kita  juga  tidak  membolehkan  memberon
tak  terhadap  pemimpin-pemimpin  dan 
Ulul  ‘Amri 
kita, meskipun mereka berbuat lalim. Kita tidak menyumpahi mereka dan tidak berlepas diri
dengan  tidak  taat  kepada  mereka.  Kita  berk
eyakinan  bahwa  mentaati  mereka  sepanjang 
dalam ketaatan kepada Allah adalah wajib, se
lama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat.
Kita tetap mendoakan kebaikan untuk mereka da
n agar mereka dikaruniai kebaikan jasmani
maupun rohani.
85.
Kita   tetap   mengikuti   As-Sunnah   dan   Al-Jama’ah,   menghindari   sesuatu   yang   aneh,  
perselisihan (yang didasari menyelisihi Al-Jama’ah
-pent.
) dan menghindari perpecahan.
86.
Kita mencintai orang yang adil dan menjaga amanah serta membenci orang yang zhalim dan
khianat.
87.
Terhadap sesuatu yang masih samar ilm
unya bagi kita, kita mengucapkan
Allahu A’lam
.
88.
Kita  berpendapat  disyari’atkannya  mengusap 
khuff
  (sepatu)  baik  di  waktu  mukim  maupun 
safar
(bepergian). Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa riwayat.
89.
Jihad  dan  ibadah  haji  dilakukan  bersama 
Ulul  ‘Amri
,  baik  yang  shalih  maupun  yang  fasik, 
hingga hari kiamat. Keduanya tak dapat diba
talkan dan dirusak oleh segala sesuatu.
90.
Kita  mengimani  para  Malaikat  yang  Mulia,  pencatat  amal  manusia.  Sesungguhnya  Allah 
telah menjadikan mereka sebagai pengawas bagi kita.
91.
Kita  juga  mengimani  Malaikat  Maut  yang  diberi  tugas  mencabut  nyawa  para  makhluk 
hidup.
92.
Kita pun mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya dan juga
pertanyaan  Malaikat  Munkar  dan  Nakir  kepadanya  di  dalam  kubur  tentang  Rabb  dan 
agamanya berdasarkan riwayat-riwayat dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam
 serta para
sahabat
Ridwanullahu   ‘alaihim   ajma’in
.   Alam   kubur   adalah   taman-taman  
Jannah
   atau  
kubangan-kubangan
Naar
.
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
10
93.
Kita  juga  mengimani  Hari 
Ba’ats
  dan  balasan  amal  perbuatan  pada  hari  kiamat,  kita  juga 
mengimani  pendedahan  (penyingkapan)  amal  perbuatan, 
hisab
,  pembacaan  catatan  amal, 
ganjaran baik dan siksa,
shirat
dan
al-mizan
 di Hari Kiamat.
94.
Jannah
dan
Naar
  adalah  dua  makhluk  Allah  yang  kekal,  tak  akan  punah  dan  binasa. 
Sesungguhnya  Allah  telah  menciptakan  keduanya  sebelum  penciptaan  makhluk  lain  dan 
Allah-pun menciptakan penghuni bagi keduanya.
95.
Barangsiapa  yang  dikehendaki-Nya  untuk  masuk 
Jannah
,  maka  itu  adalah  keutamaan  dari-
Nya.  Dan  barangsiapa  yang  dikehendaki-Nya  untuk  masuk 
Naar
,  maka  itu  adalah  keadilan 
dari-Nya. Masing-masing akan beramal
sesuai dengan apa yang menjadi ketetapan dari-Nya
dan akan kembali kepada apa yang menjadi ko
dratnya. Kebaikan dan keburukan seluruhnya
telah ditetapkan atas hamba-hamba-Nya.
96.
Kemampuan,  yang  dengan  wujudnya  datang  kewajiban  amal  adalah  semacam  taufik  yang 
bukan  merupakan  kriteria  mahkluk.  Adapun  kemampuan  dalam  arti  kesehatan  tubuh, 
potensi,  kekuatan,  dan  selamatnya  diri  dari  bermacam  musibah,  adalah  persiapan  sebelum 
melakukan   amalan.   Dengan   itulah   hukum   te
rsebut   digantungkan,   sebagaimana   yang  
difirmankan Allah:
 “
Tidaklah Allah membebani seseorang
 melainkan sebatas kesanggupannya.
“ (
QS. Al-Baqarah: 286
).
97.
Amal perbuatan hamba adalah makhluk Allah, namun juga hasil usaha hamba itu sendiri.
98.
Allah  hanya  membebani  mereka  sebatas  yang  mereka  mampu.  Dan  mereka  pun  memang 
tidak  akan  mampu  melainkan  sebatas  apa  yang  dibebankan  Allah  atas  mereka.  Itulah 
pengertian kalimat
Laa haula wa laa quwwata illa billah
. Kita mengatakan: tiada jalan bagi
seorang    hamba    dan    tidak    pula    ia    memiliki    kebebasan    beraktivitas,    dan    beranjak   
meninggalkan   maksiat   melainkan   dengan   pertolongan   Allah.   Dan   seorang   pun   tidak  
memiliki   kekuatan   untuk   melaksanakan   dan   bertahan   dalam   ketaatan   kepada   Allah,  
melainkan dengan taufik-Nya.
99.
Segala  sesuatu  berlaku  menurut  kehendak,  ilm
u,  keputusan  dan  takdir-Nya.  Dia  berbuat 
sekehendak-Nya, namun tidaklah sekali-kali Dia mendzhalimi hamba-Nya.
 “
Tidaklah  Dia  ditanya  tentang  apa 
yang  Dia  perbuat,  tetapi  merekalah  yang  akan  ditanya  tentang 
(apa yang mereka perbuat).
” (
QS. Al-Anbiyaa’: 23
).
100.
Do’a dan sedekah orang yang hidup dapat bermanfaat bagi mereka yang sudah mati.
101.
Allah
Ta’ala
 mengabulkan segala do’a dan memenuhi segala kebutuhan hamba-Nya
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
11
102.
Dia-lah  yang  memiliki  segala  sesuatu  namun  tidak  dimiliki  oleh  sesuatu.  Tidak  sekejappun 
(hamba-hamba-Nya)  lepas  dari  rasa  butuh  kepada-nya.  Barangsiapa  yang  merasa  tak  butuh 
kepada Allah sekejappun, dia telah kafir dan termasuk orang yang binasa.
103.
Allah
Subahanahu  wa  Ta’ala
  juga  Murka  dan  Ridhla,  namun  tidak  menyerupai  satupun  dari 
makhluk-Nya.
104.
Kita  mencintai  para  sahabat  Nabi 
shallallahu  'alaihi  wa  sallam
,  namun  tidak  berlebihan  dalam 
mencintai  salah  seorang  di  antaranya.  Tidak 
juga  kita  bersikap  meremehkan  terhadap 
seorang pun dari mereka. Kita membenci siapa-siapa yang membenci mereka dan siapa-siapa
yang  menyebutkan  mereka  dengan  kejelekan.  Kita  pun  hanya  menyebut  mereka  dalam 
kebaikan.  Mencintai  mereka  adalah  pengamalan 
ad-dien
  (agama),  keimanan,  dan  ihsan. 
Sementara membenci mereka adalah kekufuran, kemunafikan, dan melampaui batas.
105.
Kita   mengakui   kekhalifahan   sepeninggal   Rasulullah  
shallallahu   'alaihi   wa   sallam
.   Yang  
pertama  adalah  Abu  Bakr  As-Shiddiq 
radliyallahu  'anhu
  sebagai  sikap  mengutamakan  dan 
mengunggulkan dirinya atas semua umat Islam.
106.
Kemudian ‘Umar bin Al-Khattab
radliyallahu 'anhu
.
107.
Setelah itu ‘Utsman bin ‘Affan
radliyallahu 'anhu
.
108.
Kemudian ‘Ali bin Abi Thalib
radliyallahu 'anhu
.
109.
Merekalah  yang  disebut  dengan 
Al-Khulafa’  Ar-Rasyidun
  dan  para  imam  yang  mendapat 
petunjuk.
110.
Sepuluh  orang  sahabat  yang  disebut-sebut  Nabi  dan  diberi  kabar  gembira  sebagai  penghuni 
Jannah
,  kita  akui  sebagai  penghuni  Jannah  berdasarkan  persaksian  Nabi 
shallallahu  'alaihi  wa 
sallam
  dan  perkataan  beliau  yang  benar.  Mereka  adalah:  Abu  Bakr,  ‘Umar,  ‘Utsman,  ‘Ali, 
Thalhah  [bin  ‘Ubaidillah],  Az-Zubeir  [bin  Al-Awwam],  Sa’ad  [bin  Abi  Waqqas],  Sa’id  [bin 
Zaid],  Abdurrahman  bin  ‘Auf,  dan  Abu  ‘Ubaid
ah  Al-Jarrah  --orang  tepercaya  umat  ini-- 
radliyallahu 'anhum
.
111.
Barangsiapa yang membaguskan ucapannya terhadap para sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wa
sallam
,  istri-istri  beliau  yang  bersih  dari  segala  noda,  serta  anak  cucu  beliau  yang  suci  dari 
segala najis, maka orang itu telah selamat dari kemunafikan.
112.
Para  ‘ulama  As-Salaf  terdahulu  [para  sahabat
-pent.
]  dan  yang  sesudah  mereka  dari  kalangan 
Tabi’in  adalah  pelaku  kebaikan  dan  ahli  hadits,  ahli  fiqih,  dan  ahli  ushul.  Mereka  semuanya 
harus  disebutkan  kebaikannya.  Barangsiapa  yang  menjelek-jelekkan  mereka,  maka  dia  tidak 
berada di atas jalan mereka (para sahabat).
113.
Kita  tidak  mengutamakan  salah  seorangpun  di  antara  para  wali  Allah  di  atas  seorang  Nabi 
‘Alaihi As-Sallam
. Bahkan kita mengatakan bahwa seorang saja dari para Nabi itu lebih utama
dibanding seluruh para wali.
Copyleft © 2001 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
12
114.
Kita  mengimani  adanya 
karomah-karomah
  mereka  dan  segala  riwayat  tentang  mereka  yang 
dinukil dari para perawi yang tepercaya.
115.
Kita  juga  mengimani  adanya  tanda-tanda  hari  kiamat  berupa  keluarnya 
Ad-Dajjal
  dan 
turunnya  Nabi  ‘Isa 
‘Alaihis  Sallam
  dari  langit.  Kita  juga  mengimani  terbitnya  matahari  dari 
barat   dan   keluarnya  
Ad-Daabbah
[salah   satu   tanda   kiamat   yaitu   binatang   yang   dapat  
berbicara seperti manusia
-pent.
] dari kediamannya.
116.
Kita tidak mempercayai (ucapan) dukun maupun
peramal, demikian juga setiap orang yang
mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah serta Ijma’ kaum muslimin.
117.
Kita  meyakini  bahwa 
Al-Jama’ah
  adalah  haq  dan  kebenaran,  sementara 
Al-Furqah
  adalah 
penyimpangan dan siksaan.
118.
Ad-Dien
  (agama)  Allah  di  langit  dan  di  bumi  hanyalah  satu,  yaitu  dienul  Islam,  Allah 
berfirman:
 “
Sesungguhnya agama (yang diridhlai) di sisi Allah hanyalah Al-Islam.
” (
QS. Ali ‘Imran: 19
). Dia
juga berfirman:
 “
Dan telah Aku ridlai Islam sebagai agama bagimu.
” (
QS. Al-Maidah: 3
).
Dan  Islam  itu  berada  di  antara  sikap  berlebih-lebihan  dan  sikap  meremehkan,  antara 
menyerupakan  sifat-sifat  Allah  dengan  sifa
t-sifat  makhluk  dan  me
nafikkan  (meniadakan) 
sifat-sifat  itu,  antara 
Jabriyah
  (kaum  yang  bersandar  kepada  takdir  saja)  dan 
Al-Qadariyah
(kaum yang menolak takdir), dan antara yang merasa aman dari siksa Allah dan yang putus
asa dari rahmat Allah.
119.
Inilah  agama  dan  keyakinan  kami  lahir  maupun  ba
tin.  Kami  berlepas  diri  --dengan  kembali 
kepada Allah-- dari setiap yang menyelisihi ap
a yang kami sebutkan dan kami jelaskan. Kita
memohon  kepada  Allah  untuk  menetapkan  diri
  kita  di  atas  keimanan,  mematikan  kita 
dengan  keyakinan  itu,  memelihara  kita  dari  pengaruh  hawa  nafsu  yang  bermacam-macam, 
dan  dari  pendapat-pendapat  yang  beraneka  ragam,  dan  mahdzab-mahdzab  yang  jelek, 
seperti:
Mu’tazilah,  Al-Jahmiyyah,  Al
-Jabriyyah,  Al-Qadariyyah,
  dan  lain-lain,  dari  kalangan 
mereka yang menyelisihi
Al-Jama’ah
 dan bersanding dengan kesesatan. Kita berlepas diri dari
mereka. Dan mereka menurut kami ad
alah orang-orang sesat dan jahat.
Wa billahi Al-‘Ishmatu
wa At-Taufiq.
Share this article

0 comments:

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

 
Copyright © 2017 PUSTAKA ONLINE • All Rights Reserved.